Beberapa waktu yang lalu, laptop yang telah menemani pagi-siang-senja-malam saya tiba-tiba mati. Bukannya dapat uang untuk service laptop, saya malah diberi serangan habis-habisan oleh ibu saya. “Hadeeeh!! Angel wes, angel!”. Ketahuilah, kawan! Memiliki orang tua yang menganggap barang elektronik itu abadi atau setidaknya punya umur minimal 10 tahun adalah suatu beban pikiran yang merepotkan sekali. Jadi, bersyukurlah bagi kalian yang punya orang tua pengertian terhadap usia barang elektronik yang nggak bisa ditebak. Kalian nggak perlu khawatir dimarahi saat barang elektronik kalian sudah waktunya rusak.
Selepas rusaknya laptop, saya dihantui oleh banyak kekhawatiran. Ditambah lagi tanggal UAS sudah semakin dekat. Haduuuh...! Ujian hidup kok ya datengnya bareng-bareng, mbok ya gantian satu-satu gitu lho!. Tak berhenti di situ, di tengah keterombang-ambingan saya tersebut, eh! Lha kok muncul sesosok makhluk hidup yang minta dibuatin sertifikat. Saya pun mengatakan padanya dengan gamblang dan sejelas-jelasnya bahwa laptop saya rusak. Selang beberapa hari dia menghubungi saya lagi. Ternyata tujuannya untuk mengonfirmasi permintaannya terkait sertifikat tadi. Karena mungkin dia nggak paham apa yang sudah saya jelaskan bahwa laptop saya rusak, juga karena saya males ribut, akhirnya saya memenuhi permintaannya tadi dengan cara membuat sertifikat di HP.
Waktu terus berjalan, uang buat service laptop tak kunjung saya dapatkan. Saya merasa kalau saya nggak bisa terus-terusan stagnan di posisi seperti ini. Sebab, jika saya terus seperti ini tugas saya nggak akan kunjung selesai. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya untuk mengerjakan tugas dengan HP. Mulanya saya nggak langsung menggunakan HP untuk mengerjakan tugas. Sebagai uji coba, saya menulis sebuah artikel terlebih dahulu menggunakan HP. Selesai menulis, saya masih ragu apakah file hasil tulisan saya di HP tadi nggak rusak susunannya bila dibuka di laptop.
Guna menjawab keraguan dalam diri saya tersebut, saya pun meminta bantuan kepada ‘someone' untuk membuka file saya tadi di laptopnya. Saya juga memintanya untuk mengecek ukuran font, jenis font, juga margin. Booomm!! Hasilnya sama dan sesuai dengan yang saya harapkan. Saya pun merasa lebih tenang karena masih memiliki media untuk mengerjakan tugas. Setidaknya nggak terombang-ambing amat seperti sebelumnya lah. Selesai satu masalah, datang masalah lainnya. Salah satu dosen saya sangat perfeksionis terhadap sistem penulisan karya tulis. Yah...maklum lah, beliau soalnya mengampu mata kuliah Teknik Penulisan Karya Ilmiah.
Masalah yang harus saya hadapi kali ini adalah ketidaklengkapan fitur. Dalam aplikasi yang saya gunakan untuk mengerjakan tugas di HP, tidak terdapat fitur ruler dan before-after space. Hadeeh! Repot-repot!. Belum lagi terkait pemberian halaman. Bisa sih aplikasinya dibuat untuk memberi halaman, yang nggak bisa itu buat misahin halaman. Misalnya, di halaman pertama letak nomor halaman berada di bawah, sementara halaman kedua dan seterusnya letak nomor halaman berada di atas. Nah...yang kayak gitu itu yang nggak bisa. Kesulitan-kesulitan tersebut masih ditambah dengan kesulitan dalam penggunaan keyboard.
Fleksibilitas keyboard laptop tentu lebih unggul dibanding keyboard HP. Apalagi ukuran keyboard laptop itu lebih proporsional dibandingkan keyboard HP jika digunakan untuk aktivitas mengetik tulisan yang panjang. Hal tersebut juga berlaku bagi ukuran layar. Ketika HP digunakan untuk mengetik, layarnya akan terbagi dua; sebagian untuk keyboard dan sebagian lagi untuk kertas kerja. Hal tersebut cukup menyulitkan saya dalam me-review hasil ketikan. Semua kesulitan tersebut berdampak pada hasil tugas saya yang nggak bisa sesempurna bila saya mengerjakannya di laptop. Jika hasil kerja saya tersebut dikumpulkan pada dosen saya yang perfeksionis tadi, sudah jelas feedback apa yang akan saya dapatkan. Ya! Kritik habis-habisan, atau lebih buruknya bisa disebut oleh beliau sebagai sampah.
Oke, itu satu sisi kerepotan mengerjakan tugas di HP. Kerepotan lainnya adalah sering disangka main HP teroooossss oleh orang tua. Apalagi oleh tipikal orang seperti ibu saya yang sangat merepresentasikan emak-emak Indonesia. Bukannya disemangatin—atau setidaknya dingertiin—eh! Malah dimarahin dan disangka yang enggak-enggak. “Sudah jatuh, nyosrok di aspal, diketawain orang yang lihat pula", begitu kira-kira analogi ujian hidup yang saya alami sekarang. Sudah laptop rusak, nggak diberi uang buat service laptop, dimarahin, disangka main HP teroooossss. Hadeehh! Padahal pikiran saya pusing banget buat ngerjain tugas, eh! Malah mental saya kena juga. Seperti itulah kerunyaman ngerjakan tugas dengan HP. Nggak dikerjakan nggak lulus, dikerjaka malah disangka main HP teroooossss.
0 Comments