![]() |
Pexels.com |
Ekonomi belum juga bangkit, masyarakat kelas bawah dituntut untuk menjadi survivor yang tangguh yang mana mereka dihadapkan pada 2 pilihan menyulitkan, terus berjuang habis-habisan atau mati kelaparan. Di tengah kondisi yang runyam tersebut, masyarakat kelas bawah bukannya dapat bantuan sosial, eh...malah bantuan sosialnya di makan sendiri oleh ‘mereka’. Hal tersebut masih ditambah dengan kabar kalau pemerintah hendak memberlakukan PPN di hampir semua lini kehidupan seperti sekolah, sembako, hingga melahirkan. “Bersyukurlah kalian yang sudah lahir duluan karena baru jadi beban keluarga di umur 20-an. Nggak seperti mereka yang masih dalam alam ruh, besok kalau udah lahir langsung jadi beban keluarga, eh!!.”
Iya, iya! Saya tahu membayar pajak itu kewajiban rakyat. Tapi masalahnya gini, seperti apa sih feedback yang didapat rakyat selepas menunaikan kewajiban bayar pajak?. Jalan berlubang―bahkan jalan di depan rumah saya sampai sekarang belum juga diaspal―atau ketidakmerataan pendidikan dan kesehatan. Bukankah itu yang didapat rakyat terutama mereka yang berada di kelas ekonomi menengah ke bawah?. Lha seandainya sembako memang beneran nanti ada pajaknya, kira-kira berapa orang yang bisa makan dengan layak?.
Baru-baru ini tersiar kabar kalau sembako yang dikenakan PPN itu sembako yang sifatnya premium. “It’s Ok! Ini cukup bisa diterima”. Lebih lanjut, katanya alasan pemberlakuan PPN tersebut adalah menciptakan keadilan bagi seluruh masyarakat terutama golongan menengah ke bawah yang lebih merasakan dampak pandemi Covid-19.
Mendengar alasan tersebut, rasanya ‘mereka’ hendak kembali melawak. Bisa-bisanya bicara seperti itu! Emang nggak ingat apa kemarin bantuan sosial senilai Rp20,8 miliar larinya kemana!?. Haduuuh...makin lucu aja ‘mereka’ ini. Guna menyikapi sikap ‘mereka’ yang demikian, menurut saya setidaknya ada 2 hal yang mesti kita lakukan sebagai masyarakat.
1. 1. Tetap Tenang
Dalam kondisi yang serba tak
menentu, di tengah keadaan yang serba sulit, hal penting yang perlu kita
lakukan adalah menjega ketenangan nurani. Tujuan dari bersikap tenang tersebut
adalah menjaga diri kita tetap dalam koridor kewarasan. Jangan sampai kita
menjadi pribadi yang hilang kendali di saat-saat seperti ini. Iya, saya tahu
sikap wakil rakyat yang demikian tadi membuat kita ingin marah dan memaki
mereka habis-habisan. Tapi, sebaiknya kita nggak mendulang emosi negatif kita
secara terus-menerus. Sebab, saat kita memaki mengkritik sambil marah,
justru apa yang kita utarakan nanti cenderung jadi nggak logis.
Oleh sebab itu, kita perlu sejenak menarik napas dalam-dalam baru kemudian melontarkan kritik dengan cara yang―sebut saja―anggun. Fyi, menjaga ketenangan nurani di sini bukan semata untuk bisa melemparkan makian eh, kritik dengan cara yang baik. Namun, menjaga ketenangan nurani itu juga untuk tetap melangkah melanjutkan kehidupan yang semakin ‘mbuh’ ini. Kita semua tahu kan bahwa kita nggak mungkin bisa menjadi survivor yang tangguh tanpa nurani yang tenang dan kewarasan pikiran. Eh! Bisa aja sih sebenarnya, cuma nanti kita harus mengorbankan kehidupan normal kita. Itu bagi yang mau aja lho ya!.
2. 2. Menabung
“Hemat pangkal kaya”, sebuah frasa yang tak asing lagi di telinga kita. Melihat wakil rakyat yang hendak memberlakukan PPN di sektor pendidikan, kesehatan, juga sembako tentunya kita tahu bahwa biaya untuk semua itu nantinya akan semakin mahal. Dengan demikian, nampaknya kita perlu sungguh-sungguh mengimplementasikan frasa “Hemat pangkal kaya” mulai sekarang. Cara berhemat yang paling familiar adalah dengan menabung. Nah...masalahnya bila kita menabung di bank, uang kita nggak bisa selamanya utuh.
Solusi lainnya adalah dengan menabung (investasi emas). Bila kita menabung emas, uang kita nggak akan berkurang. Justru bila kita menabung emas dalam waktu yang lama, uang kita akan bertambah. Sebab harga emas itu cenderung stabil dan terus naik perlahan-lahan. Kalaupun harga emas turun, itu nggak terlalu signifikan―nggak kayak bitcoin yang harganya bisa terjun bebas hanya karena tweet dari Elon Musk.
Problem dari menabung emas adalah kita nggak bisa menukarnya dengan uang sekehendak hati. Ya bisa sebenarnya; hanya saja emas itu kan punya harga jual dan harga beli. Kalau kita nabung-ambil-nabung-ambil dalam waktu yang dekat, justru kerugian yang kita dapat. Nah...solusi lainnya adalah menyimpan uang kita dalam dompet digital. Kalau kita menyimpan uang dalam dompet digital, kita nggak perlu khawatir uang kita berkurang tanpa kita gunakan. Bahkan kita bisa membelanjakan uang kita tanpa harus menggunakan bentuk fisik uang. Tinggal scan, selesai udah; nggak ada lagi tuh nunggu kembalian yang ujung-ujungnya dikasih permen.
0 Comments