Ticker

6/recent/ticker-posts

Ibadah itu Soal Kualitas atau Kuantitas?

 

Pexels.com

Ibadah merupakan salah satu hal yang pasti ada dalam setiap agama. Dalam Islam, dikenal istilah ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Dilansir dari laman islam.nu.or.id, definisi ibadah mahdhah adalah ibadah yang secara umum tidak dapat diwakilkan, misalnya sholat dan puasa. Sementara itu, ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang secara umum dapat diwakilkan oleh orang lain, misalnya zakat dan haji. Namun, penting dicatat bahwa ‘diwakilkan’ di sini memiliki syarat-syarat tertentu.

Bicara soal ibadah, sebenarnya ibadah itu soal kualitas atau kuantitas sih?. Mari kita ulas melalui penjelasan-penjelasan Nabi Muhamad saw!. Kemungkinan besar semua dari kita sudah tak asing lagi dengan hadis berikut.

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى...

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. al-Bukhari)

 

Berdasarkan hadis tersebut, para ulama berpendapat bahwa niat merupakan perkara yang harus ada dalam suatu amal perbuatan, termasuk ibadah. Ini menjadi indikasi bahwa niat itu memang benar-benar penting. Buktinya apabila ada seseorang yang berniat melaksanakan shalat malam tetapi ia ketiduran hingga waktu shubuh, maka niatnya tadi sudah dicatat sebagai amal baik.

Mengacu pada urgensi niat ini, maka kita bisa mengetahui bahwa ibadah itu soal kualitas. Bila niat kita baik, maka amal kita juga baik. Pun demikian sebaliknya. Lantas, apakah ibadah itu sebatas niat yang baik saja tanpa implementasi?. Tentu tidak sesederhana itu. Misal, jika ada orang yang terus-terusan berniat untuk sholat malam tanpa pernah berusaha untuk mengaktualisasikan niatnya, dan ia berujar, “Yang penting kan udah niat!”, ini namanya bukan hal yang baik. Malahan hal demikian bisa disebut dengan ‘bermain-main dengan niat’.

Niat yang baik pastinya harus dibarengi usaha untuk mewujudkannya dalam bentuk amal perbuatan yang nyata. Pertanyaannya sekarang, apakah perwujudan niat yang baik ini cukup sesekali saja?. Maksudnya, kita berniat sebanyak-banyaknya tapi di sisi lain kita hanya mengaktualisasikan niat tersebut sekadarnya―hanya saat kita Good Mood. Tentu hal demikian tidak benar. Sekadar niat tanpa implementasi bukan hal yang disukai oleh Allah swt. Hal ini didasarkan pada hadis berikut.

وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ...

“...Dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai oleh Allah ta‘ala adalah amalan yang kontinu meskipun sedikit”. (HR. al-Bukhari)

 

Bila mencermati hadis di atas, maka didapat kesimpulan bahwa ibadah itu tentang kuantitas. Artinya, hal ini ‘seolah-olah’ bertentangan dengan konklusi yang didapat dari hadis tentang niat sebelumnya. Benarkah demikian?. Sebenarnya, bila ditelaah lebih cermat, kedua hadis tersebut saling melengkapi alih-alih kontradiktif. Hadis pertama menerangkan bahwa kehadiran niat dalam ibadah/amal perbuatan itu sangat penting. Niat bahkan menjadi penentu bagi nilai dari ibadah/amal yang kita perbuat.

Hal tersebut lantas dilengkapi oleh hadis kedua yang menjelaskan bahwa ibadah yang disukai Allah swt itu ibadah yang dilakukan terus-menerus. Dengan kata lain, di samping membutuhkan niat yang baik serta kesungguhan, ibadah juga memerlukan konsistensi dalam menjelaskannya. Perlu dicatat bahwa ibadah yang dimaksud di sini bukan semata ibadah yang berbentuk ritual. Ibadah di sini mencakup segala bentuk penghambaan kepada-Nya yang dilaksanakan untuk mencari ridha-Nya. Bukan hanya yang mengarah pada habl min Allah tapi juga yang mengarah pada habl min al-naas. Jadi, mari perbaiki kualitas dan tingkatkan kuantitas ibadah (amal keseharian) kita. Semoga hal tersebut diterima sebagai investasi akhirat oleh-Nya. Aamiin!.

Post a Comment

0 Comments