Ticker

6/recent/ticker-posts

Memetik Nilai-nilai Tasawuf dari Sosok Farhat Abbas

 

Instagram.com/farhatabbasofficial

Meski kalender masih menunjukkan penghujung akhir 2021, tahun 2024 seperti sudah terasa di depan mata. Penyebabnya tak lain adalah munculnya orang-orang yang mendeklarasikan diri sebagai calon presiden. Cara yang digunakan bermacam-macam. Ada yang pasang baliho dengan semboyan yang khas (contohnya, “Kepak Sayap Penderitaan Rakyat”), ada juga yang secara lantang dan lugas mendeklarasikan diri di depan publik. Golongan yang terakhir disebut ini justru diisi oleh orang-orang yang belum―atau mungkin lebih tepatnya tidak―memiliki track record perpolitikan (pemerintahan). Nama yang telah tercatat dalam golongan tersebut adalah Giring eks vokalis Nidji dan―yang baru saja mendeklarasikan diri di podcast #CloseTheDoor―Farhat Abbas.

Seperti diketahui, saat ini status Farhat Abbas adalah pendiri sekaligus ketua umum partai PANDAI (Partai Negeri Daulat Indonesia). Bila dilihat-lihat, rasanya Farhat Abbas termasuk golongan orang-orang yang suka bikin sensasi. Eh, maaf! Maksud saya suka dengan perhatian publik. Dulu beliau pernah hendak adu tinju, sekarang membaiat diri sebagai calon presiden. Pokoknya, apa pun itu asal bisa mendongkrak popularitas elektabilitas, harus dilakukan! Titik!. Saya sebenarnya nggak begitu tahu seperti apa profil dan karakter Farhat Abbas. Hingga kemarin muncul di beranda YouTube saya, sebuah video dari Om Deddy yang bintang tamunya Farhat Abbas. Karena judul dan thumbnail-nya menarik, saya pun meng-klik video tersebut.

Awalnya saya hanya scroll kolom komentar di video itu. Tapi lama-kelamaan kok kayaknya pembicarannya menarik. Akhirnya saya menyimak video tersebut sampai habis. Nah, berdasarkan video tersebut―dengan berbekal husnuzan―saya menemukan hal menarik. Ternyata di balik sosok Farhat Abbas terdapat beberapa nilai tasawuf. Saya jadi curiga, jangan-jangan Farhat Abbas adalah seorang sufi yang menyamar sebagai manusia biasa lawyer dan pendiri partai. Entahlah! Itu hanya beliau dan Allah swt saja yang tahu. Pertanyaannya sekarang, nilai-nilai tasawuf apa saja yang ada pada diri Farhat Abbas?. Berikut sedikit saya deskripsikan.

1.      Tawadhu’ (Rendah Hati)

Dalam pembicarannya dengan Om Deddy, Farhat Abbas menyinggung satu ‘isme’ yang dianut partainya. Isme itu disebut dengan “Parhatisme”, yang mana esensi dari isme ini ada pada kata ‘parhat’. Kata ‘parhat’ tersebut merupakan singkatan dari ‘partai rendah hati’. Farhat Abbas mengatakan, “Kala sudah jadi pejabat nanti, harus rendah hati. Jadi, kalau nggak rendah hati, udah jauh-jauh dari partai kita”. Nampaknya Farhat Abbas mencoba mengejawantahkan salah satu hadis yang tercatat dalam kitab Shahih Muslim. Terjemahnya kurang lebih begini, “...Tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya”. Perkara apakah Farhat Abbas menginterpretasikan kata ‘meninggikannya’ dengan ‘diberi kursi jabatan’ atau bagaimana, itu ranah privasi beliau. Tentu saja yang terpenting adalah pengkauan beliau bahwa beliau (dan partainya) adalah sosok yang rendah hati, bukan sosok yang mengedepankan arogansi, bukan pula sosok yang pasang baliho sana-sini.

 

2.      Tawakkal (Berserah Diri)

Ketika ditanya oleh Om Deddy bagaimana jika nanti 2024 nggak kepilih jadi presiden, Farhat Abbas menjawab tenang, “Ya nggak papa!”. Beliau kemudian menyatakan bahwa jika belum menang, maka itu memang belum saatnya, Allah swt belum memberi izin. Ini merupakan satu hal yang perlu kita teladani, menghadirkan Allah swt dalam keberhasilan yang kita raih. Jarang-jarang lho ada sosok politikus kayak gini. Umumnya, politikus itu mengklaim kemenangan atas usahanya sendiri. Di sisi lain, mereka kadang malah menyalahkan Tuhan ketika menelan kekalahan, sambil nangis nggak karuan. Tapi Farhat Abbas berbeda, ia sadar diri bahwa Allah swt belum mengizinkannya menjadi presiden jika di 2024 ia kalah. Yah, itu yang beliau katakan sih! Nggak tahu lagi nanti realitanya seperti apa.

 

3.      Khauf (Takut)

Karakter khauf ini bisa diidentifikasi dalam lagu tentang pemberantasan korupsi yang dinyanyikan di penghujung akhir podcast. Kalimat penutup dari lagu tersebut begini, “Takut masuk neraka”. Beberapa orang mungkin menganggap bahwa hal tersebut adalah hal yang biasa, bahkan cenderung klise. Memang benar sih, tapi kalau hal tersebut diucapkan oleh orang yang (hendak) ada di kursi pemerintahan, feel-nya beda banget. Di balik sosok Farhat Abbas yang nggak berjenggot dan nggak bergamis atau bersarung, ternyata beliau berani―bahkan dengan lantang―mengampanyekan pedihnya siksa neraka, meski tak secara tersurat. Para pejabat itu sepertinya perlu meniru kepribadian Farhat Abbas ini.

 

4.      Zuhud

Dalam buku “Ibn ‘Arabi: Sebuah Biografi” karangan Zulfan Arif dituliskan bahwa Ibn Khaldun pernah berpendapat soal zuhud. Beliau berkata, “Zuhud itu bukan sikap membenci dunia, bahkan mengutuknya. Zuhud adalah mengajak seseorang agar tidak berpamrih kepada hal keduniaan. Seseorang yang zuhud mampu tidak menggantungkan hatinya kepada hal keduniawian”. Nah, hal tersebut sudah tercermin dalam diri Farhat Abbas. Ketika Om Deddy mengatakan bahwa sebuah partai pasti membutuhkan uang, Farhat Abbas justru berkeinginan untuk menjauh dari sistem tersebut. Katanya beliau ingin menarik nurani masyarakat agar satu visi demi perubahan negeri tanpa menggunakan uang. 

Waduh, subhanallah sekali sepertinya sosok Farhat Abbas ini. Jadi, gimana sekarang? Udah yakin belum buat milih beliau di 2024 nanti?.

Post a Comment

0 Comments