Ticker

6/recent/ticker-posts

Mengubah Paradigma Pola Asuh Adalah Sebuah Keharusan

 

Pexels.com

Peran orang tua dalam mendidik anak guna bekal menapaki kehidupan sang anak, jelas merupakan sesuatu yang tak mungkin dinafikan. Di samping corak lingkungan yang akan membentuk seperti apa si anak nantinya, orang tua pun punya sumbangsih yang besar dalam hal tersebut. Seirama dengan kalimat yang tak asing lagi di telinga kita, “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.” Seperti apa orang tua, seperti itu pula lah anaknya. Hal tersebut bukan hanya berlaku dalam segi fisik saja, melainkan juga psikis.

Apa yang sering ditemui adalah ajakan untuk selalu berbakti kepada orang tua. Ya, hal itu memang hal yang sangat penting. Bukan semata ajaran agama, ia justru merupakan fitrah dalam kehidupan. Ajakan-ajakan untuk selalu berbakti kepada orang tua sudah bukan hal yang asing lagi di telinga. Namun, di sisi lain ajakan untuk mendidik anak secara baik nampaknya masih belum terlalu familiar.

Seharusnya, ilmu tentang bagaimana mendidik anak dengan cara yang baik juga nyaring digaungkan sebagai penyeimbang sisi sebelah. Banyaknya ajakan untuk selalu berbakti pada orang tua membuat ilmu mendidik anak jadi terpendam. Lebih buruknya lagi, hal tersebut tak jarang menjadikan orang tua bersikap semena-mena terhadap anak. Mereka mendoktrin anak habis-habisan supaya anak-anak tunduk terhadap orang tua tanpa kata ‘tapi’. Namun, hal tersebut tak diimbangi dengan kesadaran diri untuk mendidik anak secara baik. Ini yang perlu kita perhatikan.

Sebuah hadis yang sudah begitu masyhur kita dengar, “Tuntutlah ilmu mulai dari ayunan hingga liang lahad.” Mengacu pada hadis tersebut, maka bisa diketahui bahwa batas proses belajar manusia itu sampai kita tak lagi punya usia. Dengan demikian, para orang tua masih memiliki kewajiban untuk belajar―khususnya tentang bagaimana mendidik anak. Namun, faktanya masih ada beberapa orang tua yang enggan belajar hal tersebut. Mereka justru menampik, “Orang anak-anak saya sendiri. Ya, terserah saya lah mau gimana!.” Na‘udzubillah.

Paradigma seperti di atas―juga semacamnya―tak menutup kemungkinan akan berdampak pada anak yang dijadikan pelampiasan. Ekonomi sedang seret, anak dimarahi sebagai pelampiasan emosi. Musim hujan belum juga berhenti, anak dimarahi. Musim panas tak kunjung berganti, anak dimarahi. Padahal anak tak salah apa-apa tapi malah dijadikan korban pelampiasan. Kasihan si anak, tapi lebih kasihan lagi orang tuanya. “Kok malah gitu?.”

Perbuatan orang tua yang menjadikan anak sebagai korban pelampiasan, sangat mungkin menyulut api pemberontakan pada si anak. Lama-kelamaan sikap kontradiktif anak kepada orang tua akan mulai muncul ke permukaan. Kadang para orang tua bertanya-tanya mengapa sikap anaknya berubah. Di sisi lain, mereka sama sekali tak menengok pada perbuatan mereka terhadap si anak. Harusnya, yang lebih dulu dipertanyakan bukan perubahan pada diri sang anak melainkan perbuatan si orang tua itu sendiri. Ingat! Tidak akan ada akibat tanpa sebab. 

Jadi, mulai sekarang mari kita juga belajar bagaimana mendidik anak yang baik. Di sisi lain tetap mengimbanginya dengan belajar tentang berbakti pada orang tua. Ali ibn Abi Thalib pernah berkata, “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya. Sebab, mereka hidup bukan di zamanmu”. Jangan katakan, “Anak sekarang bisanya Cuma main HP aja!”, tapi katakan, “Anak sekarang ya harus menguasai teknologi (HP) dan harus menggunakannya untuk kemaslahatan.”

Post a Comment

0 Comments