Ticker

6/recent/ticker-posts

Tetap Sholatlah Walau yang Kau Tahu Hanya Tuma'ninah

Pexels.com

 

Bila kita melihat sejarah, maka kita akan menemukan bahwa sholat pertama kali disyariatkan saat bulan Rajab, tepatnya ketika terjadi perisitiwa isra’ mi‘raj. Berdasarkan fakta tersebut, bisa diketahui bahwa salah satu keistimewaan sholat adalah ia disyariatkan langsung oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw tanpa melalui perantara malaikat Jibril. Waktu itu, terjadi tawar-menawar jumlah waktu sholat hingga akhirnya disepakatilah 5 waktu.

Semua tentu tahu bahwa proses tawar-menawar tersebut bertujuan supaya umat Islam tidak keberatan dalam menunaikannya. Namun, meski telah ditawar hingga titik terendah, masih ada saja orang yang meninggalkan sholat―termasuk saya sendiri di waktu shubuh, Astaghfirullah!. Mayoritas dari kita mungkin sudah mengetahui tentang hadis yang menjelaskan bahwa sholat adalah tiang agama. Apa yang dijelaskan hadis tersebut sangat relevan terhadap fakta sholat yang ada. Ya, begitulah! Kapan pun, di mana pun, dan dalam kondisi yang seperti apa pun, sholat harus tetap ditunaikan.

Namun, perlu diketahui bahwa hal tersebut juga tetap menyesuaikan konteks yang ada. Sebagai contoh, saat bepergian jauh, sholat boleh dijamak dan diqasar. Saat tidak mampu berdiri, sholat boleh dilaksanakan dengan duduk. Bahkan, saat kita sudah tak mampu menggerakkan tubuh kita (tapi pikiran kita masih sadar), kita tetap harus menjalankan sholat meskipun hanya dengan isyarat kedipan mata. Baru ketika kita sudah ‘benar-benar’ tak bisa apa-apa, kita bukan lagi sholat melainkan disholatkan.

Fakta-fakta di atas sudah cukup menjadi indikasi bahwa sholat itu sangat-sangat penting. Bahkan saking pentingnya sholat, al-Quran sendiri menyatakan bahwa sholat bisa mencegah perbuatan keji dan munkar. Mengingat begitu pentingnya sholat, tentu kita tak bisa meninggalkannya begitu saja. Kita tahu dalam sholat itu ada beberapa hal yang harus dipenuhi, meliputi syarat dan rukun. Kita pun tahu bahwa syarat dan rukun itu tidak hanya satu, di samping juga ada sunnah-sunnah dalam sholat.

Beberapa orang begitu idealis sehingga menganggap bahwa sunnah-sunnah dalam sholat itu ‘wajib’ dikerjakan. Pertanyaannya, bagaimana bila seseorang belum mengetahui tentang sunnah-sunnah dalam sholat?. Apakah otomatis sholatnya tidak sah? Atau dia tak perlu menunaikan sholat karena perkara tadi? Jawabannya jelas, “Tidak!”. Seseorang tadi harus tetap melaksanakan sholat. Terkait perkara ini, Gus Baha pernah menerangkan bahwa terdapat kaidah

مَا لَايُدْرَكُ كُلُّه لَايُتْرَكُ كُلُّه

“Bila tidak bisa ditunaikan seluruhnya, jangan tinggalkan seluruhnya”.

Maksudnya bagaimana?

Apabila seseorang tadi sebatas mengetahui syarat dan rukun sholat, dia tetap harus menunaikan sholat sesuai kadar yang dimilikinya tersebut. Ingat! Allah swt tak pernah membebani hambanya melebihi batas kemampuannya. Bila kita masih mampu di titik itu, ya kita jalankan sesuai kemampuan kita. Bukan malah menyerah lalu meninggalkan seluruhnya. Namun, perlu diingat bahwa hal tersebut bukan bertujuan untuk memanjakan kita, melenakan kita di zona nyaman. Lantas bagaimana?. 

Kita harus tetap berusaha dan belajar untuk menunaikan sholat dengan lebih sempurna. Tidak hanya syarat dan rukunnya, tapi juga sunnah-sunnahnya. Ini merupakan salah satu alasan mengapa manusia dianugerahi akal. Kewajiban kita adalah memaksimalkan potensi akal tersebut, bukan malah menyia-nyiakannya. Jadi, mari tetap melaksanakan sholat apa pun yang terjadi dan menyesuaikannya dengan kadar kemampuan kita masing-masing. Di sisi lain, kita juga belajar dan berusaha untuk lebih meningkatkan kualitas sholat kita. Perkara diterima atau tidak, itu rahasia ilahi. Apa yang terpenting adalah kita telah berusaha semampu kita dan senantiasa berdoa semoga sholat kita diterima oleh-Nya. Aamiin!.

Post a Comment

0 Comments