Ticker

6/recent/ticker-posts

Black Panther: Wakanda Forever, Perjumpaan antara Emosional, Spiritualitas, dan Modernitas

 

imdb.com

Saat memasuki fase 4, CGI dalam proyek-proyek MCU mengalami penurunan yang signifikan. Pun demikian dalam film Black Panther: Wakanda Forever. Memang benar, secara garis besar kualitas CGI dalam film ini sangat bagus. Namun, kita tak bisa menutup mata terhadap beberapa bagian CGI yang menyuguhkan kesan aneh untuk tahun 2021-2022. Meski begitu, film Black Panther: Wakanda Forever punya banyak hal bagus. Contohnya, pendalaman karakter dengan porsi yang cukup. Hal tersebut memberi nilai lebih pada film ini daripada film-film MCU fase 4 lainnya.

“Emosional”, satu kata yang sangat mewakili film garapan Ryan Coogler ini. Seperti yang kita semua tahu, film ini memang bertujuan―salah satunya―menghormati mendiang Chadwick Boseman. Film Black Panther: Wakanda Forever menggambarkan dengan apik bagaimana Wakanda kehilangan sosok raja yang sangat dicintai. Dunia luar lantas melihat Wakanda tengah rapuh, alih-alih berbelasungkawa. Mereka (dunia luar) diam-diam justru berusaha menjarah vibranium. Ini saya rasa merupakan bentuk satir terhadap realitas sekarang. Lihat saja! Disadari atau tidak, terdapat pihak yang mencoba mengambil keuntungan di balik mereka yang tengah dilanda musibah. Contohnya, bisnis vaksin dan mafia minyak goreng.

Saat film ini baru mulai, diperlihatkan Shuri yang menaruh harap pada Dewi Bast untuk kesembuhan kakaknya. Namun, Shuri sendiri sebenarnya masih meragukan eksistensi Dewi Bast. Shuri berjanji bahwa bila usahanya dalam menyembuhkan sang kakak berhasil, ia akan meyakini keberadaan Dewi Bast. Sayangnya, takdir berkehendak lain. Raja T’Challa pun menghembuskan napas terakhir. Shuri tak dapat menerima kenyataan itu. Ia pun bertanya, apa gunanya ia diberkahi kecerdasan di atas rata-rata bila ia gagal menyembuhkan kakaknya?. Karakter Shuri di sini sepertinya merupakan representasi dari manusia-manusia modern sekarang yang skeptis dengan keberadaan Tuhan.

Shuri adalah pribadi yang selalu berpikir logis. Ia bahkan meragukan hampir semua hal yang berbau mistis. Ketika Namor menampakkan diri di depan Ratu Ramonda dan Shuri dan menunjukkan bahwa dirinya juga mempunyai vibranium, Ratu Ramonda langsung tak percaya dengan hal itu. Menurut Ratu Ramonda, vibranium hanya ada di Wakanda. Shuri sendiri tak berpikiran seperti itu. Menurut Shuri, asal-usul vibranium yang dimiliki oleh Namor (dan kerajaannya) bisa saja berasal dari meteor lain yang jatuh di luar Wakanda. Hipotesis masuk akal Shuri tersebut lantas membuat Okoye merasa sedikit janggal dengan legenda Wakanda yang selama ini diyakininya.

Karakter Shuri dalam Black Panther: Wakanda Forever benar-benar berbanding terbalik dengan di film Black Panther pertama. Dahulu kita melihat Shuri adalah sosok yang sangat ceria dan suka bercanda. Namun, di film keduanya ini hal tersebut sangat tak terlihat. Kita melihat Shuri sebagai sosok yang sangat berbeda. Shuri di sini digambarkan sebagai pribadi yang depresif, penuh amarah, dan memiliki keinginan kuat untuk balas dendam. Shuri bahkan sama sekali tak mendengarkan pendapat M’Baku saat berunding dengannya. Shuri hanya menginginkan satu hal, pembalasan dendam kepada Namor. Ia bahkan menutup mata, tak peduli jika apa yang ia lakukan nantinya akan berakibat pada perang yang tiada akhir.

Sementara itu, tokoh Namor diceritakan asal mulanya dengan porsi yang cukup pula. Mulai dari mengapa kulit kaumnya berwarna biru, mengapa mereka bisa tinggal di air, mengapa telinga Namor sedikit memanjang dan terdapat sayap di kakinya. Semua dituangkan secara cukup rinci. Hal ini sedikit berbeda dengan apa yang ada dalam film Thor: Love and Thunder, di mana dalam film tersebut kesannya sangat terburu-buru. Kebencian Namor terhadap dunia permukaan juga punya alasan yang (rasanya) cukup bisa diterima. Dahulu nenek moyangnya diusir oleh penjajah asing. Selepas membangun kehidupan di bawah air, kini mereka hendak diusik lagi oleh orang-orang permukaan. Itulah mengapa Namor tak segan membunuh mereka yang dari permukaan.

Jika ada yang bilang bahwa porsi pertarungan di film ini masih kurang, ditambah kesannya yang kurang greget pula, itu ada benarnya. Namun, perlu dicatat juga bahwa film ini sebenarnya merupakan wujud persembahan khusus untuk mengenang mendiang Chadwick Boseman. Oleh sebab itu, tak salah bila yang diperbanyak dalam film ini adalah unsur drama tentang perjuangan Shuri melewati setiap kehilangan. Penonton mungkin beberapa ada yang berempati kepada Shuri lantaran tak mudahnya hidup yang ia jalani. Mulai dari kehilangan sang kakak, melindungi seorang remaja yang tak tahu apa-apa, mencoba mencegah Namor untuk berkonfrontasi dengan dunia permukaan, hingga meninggalnya sang ibu.

Karakter lain yang menurut saya juga cukup mencuri perhatian adalah Val. Tak disangka, Val ternyata merupakan mantan istri Everett Ross. Namun, yang lebih menarik perhatian adalah bagaimana Val bisa selalu selangkah lebih maju ketimbang karakter lainnya. Sebagai contoh, sebelum Everett Ross menemukan manik-manik Shuri, Val ternyata sudah lebih dulu meretas manik-manik tersebut. Ini tentu menjadi tanda tanya besar. Bagaimana bisa Val mengetahui begitu banyak informasi (diperlihatkan juga di proyek-proyek MCU sebelumnya). Kita tahu bahwa Everett Ross membantu Wakanda secara diam-diam, tetapi Val melakukan pergerakannya secara lebih diam-diam lagi hingga membuat Everett Ross tak menyadarinya.

Hal yang sangat disayangkan, lagi dan lagi, di film Black Panther: Wakanda Forever ini adalah diselipkannya kampanye LGBT. Ini juga terjadi dalam film-film MCU fase ke-4 lainnya seperti Eternals, Doctor Strange in the Multiverse of Madness, dan Thor: Love and Thunder. Entahlah! Saya merasa pihak Disney mulai banyak ikut campur dalam penggarapan proyek-proyek MCU. Pasalnya, di fase-fase sebelumnya, kita tak pernah melihat adanya adegan yang mengarah pada LGBT. Selain itu, film-film MCU selalu diberi rating PG-13 yang menandakan ia ramah anak. Namun, dengan adanya adegan LGBT di dalamnya (meski sangat sedikit), apakah ia masih ramah anak?.

Terlepas dari hal di atas, pada akhirnya film Black Panther: Wakanda Forever ini mengajarkan pada kita untuk terus melanjutkan hidup apa pun yang terjadi. Kehilangan orang-orang terdekat yang kita cintai adalah sebuah keniscayaan. Merasa tak percaya dan sakit hati atas hal tersebut itu sudah pasti. Namun, kita tak boleh tenggelam dengan semua itu. Hati kita mungkin terluka parah, tapi pikiran kita harus tetap bisa berpikir jernih. Jangan sampai kita mengambil keputusan atas dasar sakit hati dan menutup mata akan dampaknya pada orang lain. Dalam kondisi yang seperti itu, kemanusiaan kita benar-benar diuji.

Post a Comment

0 Comments