![]() |
Pexels.com |
Bukber (buka bersama/buka bareng) merupakan hal yang cukup banyak mendapat perhatian anak muda di bulan Ramadhan. Bahkan, bagi beberapa kelompok, bukber menjadi agenda tahunan yang ‘wajib’ ada. Tujuan adanya bukber lumayan beragam. Ada yang menjadikannya sebagai waktu bernostalgia, ada yang menganggapnya sebagai gelanggang pamer, tempat untuk bolos tarawih, atau sekadar menjadikannya tempat untuk mendapat suasana berbuka yang berbeda dari biasanya. Apapun itu, ujung dari bukber selalu memenuhi status Whatsapp dan Instagram dengan foto bersama dan boomerang dengan caption ‘indahnya kebersamaan’.
Beberapa orang menganggap bahwa bukber harus dihadiri oleh semua anggota kelompok tanpa terkecuali. Ketika terdapat satu orang yang tak bisa hadir, maka tanggal bukber akan diganti. Hal tersebut berlangsung setiap hari dan akibatnya rencana bukber berujung wacana. Rasa kecewa pun menghampiri, tradisi mengkambinghitamkan satu sama lain tak bisa dihindari. Mulai dari anggota kelompok yang nggak kompak lah, rencana yang nggak jelas lah, hingga anggapan bahwa semesta belum memihak.
Anggapn-anggapan di atas sebenarnya perlu diluruskan, khususnya anggapan bahwa anggota kelompok nggak kompak. Saat ada salah satu atau beberapa individu yang tak bisa hadir dalam acara bukber, sering kali mereka diperlakukan secara terasing oleh anggota kelompok lainnya―khususnya yang hadir bukber. Tak jarang mereka yang tak bisa hadir dikatakan sebagai golongan yang enggan berkumpul, tak menghargai usaha para pembuat rencana, kacang lupa dengan kulitnya, dan masih banyak lagi.
Kawan! Hadir dalam acara bukber itu bukan semata tentang menyisihkan waktu luang. Mereka yang tak bisa hadir sering kali memiliki problematika yang lebih kompleks, yang mungkin tak sempat terpikirkan oleh orang-orang yang mendiskreditkan mereka. Bagi anak muda umur 20-an, meminta uang kepada orang tua untuk bukber (SD, SMP, SMA, kelompok ghibah, dan lain-lain) tentu merupakan satu hal yang bikin nggak enak. Ya...itu sih berlaku bagi golongan anak muda yang peduli dan menyadari kerja keras orang tuanya―yang nggak ada rasa peduli ya udah, nggak ada rasa sungkan waktu melakukannya.
Belum lagi bagi mereka yang punya saudara. Mau nggak mau mereka harus berbagi―waktu, uang saku, maupun kendaraan―dengan saudaranya. Bagi anak-anak yang sudah bekerja, tak jarang mereka harus menyisihkan sebagian gajinya untuk membantu orang tuanya memenuhi kebutuhan Idul Fitri yang sangat banyak. Semua itu hanya sebagian masalah kompleks yang dihadapi oleh orang-orang yang tak bisa hadir bukber. Di baliknya masih ada banyak problematika yang mungkin jauh lebih rumit.
Oleh sebab itu, mengasingkan orang-orang yang tak bisa hadir bukber merupakan perlakuan yang kurang etis. Apalagi saat ini pandemi belum juga angkat kaki, yang menyebabkan banyak orang masih tercekik resesi. Jadi, alih-alih mengkambinghitamkan mereka yang tak bisa hadir bukber, akan lebih pantas bila kita berprasangka baik pada mereka. Ini berlaku bagi siapa saja, khususnya orang-orang yang hadir bukber yang hobinya mencela yang tidak hadir, padahal dia sendiri membayar iuran bukber dengan uang dari orang tua. Astaghfirullah!
Bukber bukan satu-satunya tempat untuk mempertemukan orang-orang yang telah berpisah. Ingat! Tak ada ciptaan di dunia ini yang abadi, termasuk perpisahan. Dengan demikian, bila manusia pernah berpisah, pasti suatu saat mereka akan bertemu kembali. Jangan menjadi orang yang kerjaannya mencela orang lain yang tak bisa hadir bukber!. Bila kita saja tak merasakan, apalagi menyelesaikan masalah yang tengah mereka hadapi, apakah pantas perbuatan mencela kita pada mereka!?.
Emang apa gunanya sih mencela, neg-ngibah-in, mengasingkan mereka yang tak bisa hadir bukber?. Bila mereka sudah memberikan alasan yang jelas, ya udah, jangan dipermasalahkan!. Bila mereka menutupi masalah mereka yang sebenarnya dengan sesuatu yang mungkin kurang logis bagi kita, ya udah, berprasangka baik aja. Jangan memperrumit hidup sendiri dengan mengurus hidup orang lain!. Terakhir, seperti judul yang tertera, mari menyadari bahwa bukber bukan semata tentang menyisihkan waktu luang.
0 Comments