![]() |
Dok. Pribadi |
Judul : Membangun Pondasi Keluarga dengan Jalan Zakat dan Wakaf
Penulis : Asosiasi Penghulu Republik Indonesia
Penerbit : CV Mahata (Magna Raharja Tama)
Cetakan : I, September 2024
Tebal : xviii + 178 Halaman
ISBN : 978-623-8759-05-7
Resensator : Mohammad Azharudin
Tanpa berniat merendahkan sebuah karya, di sini saya sekadar menyampaikan realitas dan mengesampingkan glorifikasi. Buku ini bentuknya antologi. Isi di dalamnya bukanlah suatu tulisan yang utuh apabila kita membacanya dari awal hingga akhir. Ada banyak tulisan di dalamnya (dengan tema yang sama) dan antara satu tulisan dengan tulisan lainnya tidak memiliki kaitan. Melalui biografi para penulisnya, saya tidak melihat ada lulusan dari program studi Manajemen Zakat dan Wakaf. Mungkin ini yang menyebabkan esensi buku ini masih di permukaan. Selain itu, setiap tulisan seolah menyajikan dalil yang sama sehingga memberi kesan repetitif bagi pembaca. Kendati demikian, saya akan berupaya merangkum buku ini sebaik-baiknya.
Mari kita mulai dari prinsip umum wakaf yaitu surah al-Baqarah ayat 261 berikut.
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Baqarah/2: 261)
Pemahaman singkat saya soal wakaf itu umumnya berupa tanah. Namun, dalam buku ini narasi yang dominan dibawa adalah “wakaf tunai”. Wakaf tunai ialah wakaf yang dilakukan dengan menyerahkan uang tunai kepada seseorang atau badan hukum. Selain uang, wakaf tunai juga dapat berupa surat berharga. Regulasi wakaf tunai ini ada dalam UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Ada 4 manfaat wakaf tunai menurut buku ini, sebagai berikut (hal. 13)
a. Penguatan ekonomi keluarga.
b. Investasi dalam pendidikan dan kesehatan.
c. Mendukung pembangunan sosial.
d. Peningkatan kesejahteraan umum.
Wakaf mempunyai beberapa konsep dasar yang harus terpenuhi, yaitu
1. Permanensi; harta yang telah diwakafkan, tidak dapat diperjualbelikan, diwariskan atau dialihkan kepemilikannya.
2. Keabadian manfaat; masyarakat harus bisa menerima manfaat dari harta yang diwakafkan dalam jangka panjang.
3. Altruisme; landasan dari wakaf adalah kemauan memberikan manfaat kepada khalayak luas.
4. Fleksibilitas; pengelolaan wakaf dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman ataupun kebutuhan masyarakat.
5. Multifungsi; wakaf bisa disalurkan ke berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan, sosial, dan ekonomi.
Selain wakaf tunai, istilah lain yang juga disebut dalam buku ini ialah wakaf produktif. Apa yang disebut wakaf produktif yaitu pengelolaan wakaf yang dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi produktif. Tujuannya ialah untuk menghasilkan nilai ekonomi yang dapat digunakan untuk kepentingan publik dan/atau kebajikan sosial.
Contoh-contoh wakaf produktif di antaranya.
a. Wakaf tanah untuk pembangunan pusat bisnis.
b. Wakaf uang untuk pembiayaan usaha mikro.
c. Wakaf tanah untuk pengembangan pertanian.
d. Wakaf bangunan untuk pusat pendidikan.
e. Wakaf saham untuk investasi.
Tadi di atas sudah dituliskan manfaat wakaf. Namun, kita juga harus tahu bahwa selain memiliki manfaat, wakaf juga mempunyai tantangan dalam pengelolaannya. Setidaknya terdapat 2 tantangan berikut.
1. Isu transparansi.
2. Keterbatasan sumber daya dan kapasitas pengelola wakaf.
Guna menyikapi tantangan termaktub, buku ini menawarkan strategi pengembangan wakaf yang berupa (hal. 29)
a. Peningkatan literasi dan kesadaran masyarakat tentang wakaf.
b. Dukungan kebijakan dan regulasi yang memadai untuk pengembangan wakaf.
c. Kemitraan strategis antar setiap pemangku kepentingan dalam pengembangan wakaf.
Meski judul besar buku ini “Zakat dan Wakaf”, tetapi porsi ulasan zakat di dalamnya sangat sedikit. Kendati demikian, saya akan berusaha tetap menyajikan rangkuman soal zakat dalam buku ini. Lagi-lagi kita awali dari dalil zakat berikut.
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Taubah/9: 103)
Fungsi zakat salah satunya adalah membersihkan harta, sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas. Dalam konteks keluarga, pelaksanaan zakat akan memberi pengajaran kepada seluruh anggota keluarga untuk mengelola harta dengan bijaksana dan mengalokasikan sebagiannya kepada orang lain. Selain itu, zakat juga akan menambah nilai keberkahan pada harta yang dimiliki keluarga. Jumlahnya pun tidak akan berkurang saat dikeluarkan zakatnya. Ini tertuang dalam hadis riwayat Imam Muslim berikut.
عَنْ أَبِي هُرَيرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: مَا نقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah saw, beliau bersabda: “Sedekah tidaklah mengurangi harta...” (HR. Muslim)
Salah satu tulisan mengenai zakat di buku ini yang menjadi pembeda di antara tulisan yang lain ialah milik Dr. Muh. Nursalim, MA yang berjudul “Penggabungan Harta Zakat Pengantin”. Beliau membuka tulisannya dengan menukil penjelasan Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh al-Sunnah berikut.
“Siapa yang memiliki emas kurang dari nishab dan perak kurang dari nishab, maka tidak boleh digabungkan antara emas dan perak agar terpenuhi satu nishab. Sebab, 2 benda tersebut berbeda jenis. Tidak bisa digabungkan antara satu dengan lainnya. Hal ini seperti antara sapi dengan kambing. Maka seandainya seseorang memiliki 199 dirham dan 19 dinar, maka ia tidak wajib zakat.”
Kaitannya dengan nishab dirham dan dinar, Rasulullah saw pernah bersabda.
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبعْضِ أَوَّلِ هَذَا الْحَدِيثِ، قَالَ: «فَإِذَا كَانَتْ لَكَ مِائتَا دِرْهَمٍ، وَحَالَ عَلَيهَا الْحَوْلُ، فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ، وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ - يعْنِي - فِي الذَّهَبِ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا، فَإِذَا [ص:101] كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا، وَحَالَ عَلَيهَا الْحَوْلُ، فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ، فَمَا زَادَ، فَبِحِسَابِ ذَلِكَ»
Dari Ali ra., dari Nabi saw bersabda: “Jika kamu punya uang 200 dirham dan sudah 1 tahun kamu miliki, maka zakatnya 5 dirham. Untuk emas, kamu tidak ada kewajiban zakat sampai jumlahnya 20 dinar dan sudah kamu miliki 1 tahun, maka zakatnya setengah dinar. Jika lebih dari itu, dihitung kelebihannya.” (HR. Abu Dawud)
Menurut buku ini, 200 dirham itu senilai 595 gram perak sedangkan 20 dinar setara dengan 85 gram emas (hal. 75). Mengingat dirham dan dinar merupakan alat tukar ekonomi, lalu apakah mata uang rupiah—sebagai alat tukar ekonomi—juga ada zakatnya?.
Pada 26 Januari 1982 MUI mengeluarkan fatwa tentang intensifikasi pelaksanaan zakat melalui sidang Komisi Fatwa MUI. Fatwa tersebut tidak secara langsung mewajibkan tabungan dalam bentuk uang rupiah untuk dizakati. Ia sebatas menunjukkan bahwa setiap penghasilan itu dikenakan zakat apabila telah mencapai nishab dan haul. Nishab zakat penghasilan menurut Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2003 adalah setara dengan 85 gram emas dengan kadarnya yakni 2,5%. Alasan mengapa nishab zakat penghasilan (uang) disamakan dengan nishab emas karena sifat emas yang stabil dan punya harga tinggi di masyarakat.
0 Comments