Film Eternals kini sudah bisa disaksikan di Disney+ Hotstar. Film ini mendapat rating yang sangat buruk di Rotten Tomatoes. Awalnya saya agak kaget dengan kabar tersebut. Padahal sang sutradara (Chloé Zhao) merupakan sutradara terbaik Oscar 2021, masa sih film Eternals dapat penilaian seburuk itu!?. Ada yang bilang bahwa ulasan buruk tersebut didapat karena unsur LGBTQ dalam film. Namun, karena saat itu saya belum bisa nonton, saya memilih untuk tidak ikut berkomentar terlebih dahulu.
Bulan Januari 2022 akhirnya saya dapat kesempatan untuk nonton film tersebut. Selesai menonton, saya merasa bahwa sebenarnya film Eternals nggak seburuk yang diisukan. Malahan saya banyak menemukan hal yang berbeda di film ini; sebagai contoh, penggambaran Arishem yang sangat detail dan scene Makkari lari yang nggak ditampilkan dengan slow-mo. Problematika dalam penggarapan film Eternals rasanya terletak dari jumlah pemain utama yang nggak sedikit. Hal tersebut jelas menguras energi sang sutradara. Sutradara dituntut untuk memberikan porsi yang pas pada setiap karakter, dan menurut saya Chloé Zhao berhasil melakukan hal tersebut.
Persoalan lainnya adalah ini merupakan film perdana Eternals, yang mana dalam proyek-proyek MCU sebelumnya mereka sama sekali belum pernah ditampilkan. Artinya apa? Ini menjadi PR tersendiri bagi sutradara untuk mengenalkan siapa Eternals sebenarnya, apa tugas mereka, hingga alasan kenapa mereka tidak membantu Avengers saat melawan Thanos. Semua itu harus terjawab. Mengapa? Sebab, MCU merupakan tempat di mana semua film-filmnya memiliki koneksi. Ketika hal baru muncul, maka ia akan dipertanyakan dan dikait-kaitkan dengan hal-hal lainnya yang sudah terlebih dahulu hadir. Fenomena seperti ini juga terjadi pada film-film Harry Potter dan Fantastic Beasts.
Kembali ke film Eternals. Bila diperhatikan, film ini sebenarnya menyimpan banyak hal menarik, bahkan terasa cukup out of the box. Saya sendiri menemukan tiga hal, sebagai berikut.
1. Villain yang Good Looking
Sebenarnya cukup sulit menentukan siapa sebenarnya villain dalam film Eternals. Musababnya karena nggak ada yang benar-benar jahat. Sersi membelot dari Arishem dengan mencoba menghentikan ‘emergence’ karena ia menyayangi umat manusia. Ikaris mencoba menghalangi upaya Sersi karena ia menjaga loyalitasnya sebagai Eternal kepada Arishem. Tapi, untuk memudahkan pembahasan, mari kita anggap Ikaris adalah villain sebenarnya. Alasan Ikaris diklaim sebagai villain sebenarnya karena ia tidak memiliki rasa kasih sayang pada umat manusia dan ia tak segan untuk membunuh Eternals lain yang berseberangan pendapat dengannya.
Seperti yang kita lihat, Ikaris digambarkan sebagai sosok yang kuat dan good looking. Sisi good looking ini menjadi satu hal yang out of the box. Mari kita tengok beberapa film MCU lainnya!. Film Shang-Chi, villain utamanya monster yang disebut Dweller in Darkness; Avengers: Infinity War dan Avengers: Endgame memiliki Thanos sebagai villain; Ronan the Accuser menjadi villain di film Guardians of the Galaxy. Dari semua villain itu, Ikarislah yang punya nilai plus good looking. Sepertinya penggambaran Ikaris yang good looking sebagai villain ini mungkin bertujuan menyadarkan penonton supaya nggak berpihak pada yang ganteng/cantik padahal ia jelas-jelas melakukan kesalahan. Kejahatan akan tetap menjadi kejahatan, siapa pun yang melakukannya. Adalah sebuah kebodohan akut ketika ada seseorang yang menganggap kejahatan berubah menjadi kebaikan bila dilakukan oleh orang yang ganteng/cantik.
2. Anggapan Salah Soal Heroes
Sejak awal mula kedatangan para Eternal di bumi, penonton pasti langsung menganggap bahwa mereka adalah sang pahlawan. Buktinya sangat jelas, para Eternal menyelamatkan manusia dari serangan Deviants. Anggapan ini ternyata juga melekat pada para Eternal. Mereka juga berpikir bahwa merekalah sang pahlawan. Namun, semua itu berubah ketika Sersi menerima penjelasan dari Arishem tentang fakta yang sebenarnya. Sersi yang terkejut selepas mengetahui yang sebenarnya lantas menceritakannya pada para Eternal yang lain.
Respons Eternals yang lain bermacam-macam. Gilgamesh memilih untuk menerima kenyataan. Ia mengakui bahwa selama ini anggapannya salah. Eternals ternyata bukan pahlawan, Eternals justru adalah penjahatnya. Kingo sendiri berkilah, tak menerima fakta yang dikatakan Gilgamesh. Kingo mengatakan bahwa menyelamatkan umat manusia dari Deviants adalah perbuatan baik. Padahal di sisi lain hal tersebut justru mempercepat emergence yang akan membuat bumi hancur. Kenyataan inilah yang coba dihindari oleh Kingo. Melalui hal ini tampaknya sang sutradara mengajak penonton untuk melihat segala hal dari berbagai perspektif. Jangan sampai kita terburu-buru menghakimi sesuatu sebelum melihatnya dari sudut pandang yang lain. Sama halnya dengan yang coba disuguhkan Chloé Zhao. Secara sekilas, apa yang dilakukan Deviants merupakan perbuatan jahat karena mereka memangsa manusia. Namun, di sisi lain hal tersebut justru memperlambat emergence, yang juga berarti memperlambat kehancuran bumi.
3. Deviants Sempurna, Eternals Tak Sempurna
Mungkin banyak yang nggak setuju dengan hal ini. Dalih yang sepertinya akan digunakan untuk menyangkal hal ini adalah perbandingan bentuk fisik. Deviants bentuknya ‘nggak jelas’, cenderung seperti monster. Berbeda dengan Eternals yang punya bentuk fisik layaknya manusia. Selain itu, Arishem juga menjelaskan bahwa Eternals merupakan ‘penyempurnaan’ dari ciptaan Celestials yang sebelumnya (yang mana ciptaan tersebut adalah Deviants). Oke! Saya pun menyadari hal tersebut. Namun, kesempurnaan yang saya sorot di sini bukan itu. Kesempurnaan yang saya maksud adalah kemampuan berevolusi.
Seperti yang diketahui, Eternals tidak dapat berevolusi, sementara Deviants bisa. Hal inilah yang saya jadikan dasar untuk menilai bahwa Eternals tak sempurna. Mengapa? Sebab, kemampuan berevolusi merupakan syarat utama dalam kehidupan. Mungkin ketika kita melihat karakter Ikaris, Sersi, Kingo, Druig, Phastos, Makkari, Gilgamesh, Ajax, dan Thena kita nggak merasa terganggu dengan ketidakmampuan mereka berevolusi. Mereka justru tampak mampu mengikuti perubahan zaman yang ada. Namun, mari kita lihat karakter Sprite. Ketidakmampuan berevolusi menjadi masalah yang begitu besar baginya. Sprite harus terjebak dalam tubuh anak-anaknya selama berabad-abad, dan hal tersebut membuatnya tak dapat menikmati kehidupan dewasa layaknya Eternals yang lain. Tentu saja hal tersebut membuat Sprite sangat tersiksa.
0 Comments