Ticker

6/recent/ticker-posts

4 Alasan Kenapa Ranger Biru Juga Layak Disukai dan Diperebutkan

 

wallpapercave.com

 Franchise Power Rangers adalah salah satu tontonan yang tak bisa dilewatkan di hari Minggu waktu saya kecil dulu. Dibumbui lagu yang ikonik, “Go! Go! Power Rangers”, disusul instrumen yang ikonik pula membuatnya masih terngiang-ngiang di kepala hingga saat ini. Meskipun alur yang disuguhkan selalu sama―monster menyerang kota, lalu dikalahkan oleh rangers; monster jadi raksasa, kemudian dihancurkan dengan megazord―tapi saya dan teman-teman saya tak pernah bosan menontonnya tiap minggu. Indah sekali nampaknya masa kecil saya dulu, apalagi minggu saya juga nggak pernah di-hack oleh ruangguru_. “Puji syukur kami haturkan kepada Allah swt yang telah memberikan taufiq serta hidayah-Nya sehingga hari Minggu kami begitu indah di masanya”.

Belum lagi waktu saya kecil dulu KPI nggak seprimitif secerdas sekarang, dimana pakaian dalam Sandy Cheeks bisa kena sensor. Hal tersebut tentu membuat cinema experience yang saya dapat sangat memuaskan. Berangkat dari situ, saya dan teman-teman saya waktu kecil dulu sering bermain ‘perang-perangan’, dimana gerakan-gerakan yang kami buat mengacu pada aksi para ranger. Tapi bukan berarti kami saling pukul beneran lho ya. Tak hanya meniru gerakan, kami juga meniru dialog hingga gaya bicara para ranger. Dahulu kami belum menyadari bahwa apa yang kami lakukan tersebut ternyata merupakan satu bentuk proses belajar.

Adi Hariyanto dalam skripsinya yang berjudul, “Pengaruh Film Superhero Terhadap Pemecahan Masalah dalam Bersosialisasi pada Anak SD”, mengungkapkan bahwa salah satu ciri dari masa kanak-kanak adalah ‘belajar model’. Belajar model didefinisikan oleh F. J. Monks sebagai proses menirukan tingkah laku orang lain yang dilihat, baik itu dilakukan secara sadar maupun tidak. Istilah belajar model memiliki tiga sinonim yakni imitasi, identifikasi, dan belajar melalui observasi. Apa yang saya dan teman-teman saya lakukan tadi merupakan pengejawantahan dari ‘belajar model’ ini; dan saya yakin setiap dari kita pernah melakukannya. “Ya iyalah! Namanya juga ‘ciri’ dari masa kanak-kanak”.

Belajar model termasuk salah satu kategori belajar yang paling mengasyikkan. Hal ini disebabkan karena proses belajar memang murni kehendak si pembelajar sendiri, dan ia dilakukan dalam bentuk permainan. Kaitannya dengan permainan, Parten mengungkapkan bahwa sejak bayi manusia telah melibatkan diri dalam penjelajahan dan permainan yang tujuannya untuk memperoleh kenikmatan dan melatih perkembangan sensorimotornya. Sementara itu, permainan menirukan Power Rangers diklasifikasikan sebagai permainan simbolis, dimana di dalamnya terdapat alat yang digunakan, alur cerita, dan peran yang dimainkan anak. “Permainan simbolis ini memiliki banyak manfaat, misalnya mengembangkan daya imajinasi, belajar memahami situasi, dan memahami peran di lingkungan keluarga/sekolah/lingkungan sosial lainnya”, tulis Sri Wahyuningsih dalam Permasalahan Psikologi Perkotaan dan Solusinya.

Oke, kembali ke Power Rangers. Saat bermain dulu, hampir semua teman-teman saya berkompetisi untuk menjadi ranger merah. Bahkan, hal tersebut bisa berujung pada adu mulut bila tidak ada satu pun yang berkenan mengalah. Alasan mereka berebut jadi ranger merah umumnya adalah karena ranger merah merupakan sosok pemimpin dari para ranger, atau karena warna merah bermakna berani, dan sederet alasan lainnya. Namun, berbeda dengan mereka, saya justru cenderung memilih ranger biru. Ada beberapa alasan yang mendasari pilihan saya tersebut. Alasan saya ini bukan bentuk generalisasi ranger biru di setiap series Power Rangers lho ya!. Sebab, tak jarang antara series Power Rangers satu dengan yang lainnya memiliki konsep penokohan yang berbeda. Berikut beberapa alasan saya lebih memilih jadi ranger biru.

1.      Punya Hati yang Murni

“Aiihh! Dramatis sekaaleee alasannya”. Eh, tapi jujur saya memang suka dengan sisi tersebut. Fakta bahwa ranger biru memiliki hati yang murni pernah disinggu dalam film Power Rangers (2017) yang disutradari oleh Dean Israelite. Dalam film tersebut bahkan ditunjukkan ranger biru berhasil morphin (berubah) paling awal―karena kemurnian hatinya―di saat teman-temannya masih kesulitan dan bingung gimana caranya berubah jadi rangers. Sebuah sisi yang cukup menarik untuk disimak menurut saya.

Selain itu―masih dalam pandangan saya pribadi―menyukai/mengidolakan ranger biru yang mempunyai hati murni merupakan oase di tengah semakin mbuh-nya negeri ini. “Ya iyalah! Masa’ kita mau menyukai mereka yang suka tidur waktu.....eh, maksud saya harusnya kita menyukai mereka yang membungkam kritik; mereka yang fokus nonton dan kritik sinetron, bukan fokus kerja jadi menteri; mereka yang merasa paling menderita di muka bumi sehabis mengganyang dana bansos. Mereka-mereka ini yang mestinya kita idolakan selalu, ya nggak!? Iyalah, masa’ enggak. Bismillah! Drummer NOAH.”

 

2.      Cerdas dan Penyusun Strategi yang Ulung

Dalam beberapa series Power Rangers yang pernah saya tonton, biasanya ranger biru digambarkan sebagai sosok yang cerdas sekaligus penyusun strategi yang kece. Ranger merah memang punya sifat kepemimpinan, tapi kecerdasannya masih berada di bawah ranger biru. Apa yang dimiliki ranger biru ini tentu menjadi hal yang tak bisa dinafikan dalam tim rangers. Ya masa’ setiap ada gangguan langsung main serang aja tanpa strategi yang memadai terlebih dahulu, yang ada malah cuma jadi babak belur nanti. Berbekal kelebihannya tersebut, saya rasa ranger biru pantas untuk duduk di kursi parlemen. “Ya kan siapa tahu dia beneran mikir nyari solusi, nggak cuma pasang baliho sana-sini”.

 

3.      Nggak Terlalu Jadi Pusat Perhatian

“Lho, sek! Bentar-bentar. Nggak terlalu jadi pusat perhatian kok malah disukai?”. Jujur, memang itu salah satu alasan saya lebih menyukai ranger biru. Bukan apa-apa sih sebenarnya, karena memang saya sendiri juga nggak terlalu suka jadi pusat perhatian. Saya lebih suka dapat perhatian dari doi seorang, “Haisshh!! Mimpi terosss!”.

Sederhananya gini lho, bila kita jadi pusat perhatian, setiap apa yang kita lakukan akan terus diperhatikan oleh orang-orang. Nah, ini yang bikin hidup nggak tenang. Mau gini takut, mau gitu mikir berkali-kali dulu. Hadehhh! Nambahin beban pikiran aja. Lain ceritanya bila kita nggak jadi pusat perhatian. Mau ngelakuin apa pun bebas tanpa perlu merasa diawasi netizen. Dan hal tersebutlah yang bisa menjadikan hidup tenang, tidur nyenyak, makan serasa begitu nikmat. “Sesederhana itu sebenarnya! Sayang, lambene tonggo & netizen pedes banget”.

 

4.      Ya Suka Aja!

“Ya udah, mau gimana lagi!? Ya emang karena suka aja”. Ah...seandainya menjawab pertanyaan calon mertua “Kenapa suka/memilih anak saya?” bisa semudah itu.

Post a Comment

0 Comments