Ticker

6/recent/ticker-posts

4 Alasan Orang Absen dalam Bukber yang Patut Dimaklumi

Pexels.com

 

Bukber tampaknya telah menjadi agenda (wajib) tahunan bagi sebagian besar kita. Tak sedikit yang merasa ada sesuatu yang kurang apabila melewati Ramadhan tanpa satu pun bukber. Banyak yang bilang bahwa bukber adalah momen untuk melepas rindu sekaligus mempererat tali silaturahmi. Kendati demikian, tetap saja tak bisa disangkal bahwa terkadang kita menyembunyikan niat tertentu saat menghadiri bukber. Sebagai misal, niat untuk bolos tarawih, niat untuk ngajak balikan mantan, atau niat untuk bikin Instagram story. Yah.....apa pun motifnya, yang jelas semua itu bikin momen bukber lebih berwarna.

Mengingat bukber adalah momen yang penting bagi sebagian besar kita, tak heran jika perencanaan untuknya telah dibahas jauh-jauh hari. Kadang belum genap satu minggu bulan Ramadhan, grup WA telah penuh dengan pertanyaan, “Kapan kita bukber?”. Jika diperhatikan, saya rasa hal ini punya nilai positif. Kita bisa kembali menjalin komunikasi dengan orang-orang yang kini tak bersama lagi. Seandainya tak ada agenda bukber, mungkin grup WA kita hanya berfungsi sebagai tempat untuk menyebarkan pamflet webinar dan link kuesioner. Rasanya kita patut bersyukur atas hal kecil tersebut lantaran tali silaturahmi kita dengan anggota grup WA lainnya tak terputus.

Kendati telah direncanakan jauh-jauh hari, kadang hal itu hanya berujung wacana hingga Idul Fitri tiba. Sebagian menyesali, sebagian merasa hal tersebut tak perlu dipermasalahkan. Mereka yang menyesali biasanya berasal dari golongan orang-orang yang telah menaruh ekspektasi tinggi dan telah menyiapkan segala hal untuk agenda bukber. Sementara itu, mereka yang enggan mempermasalahkan umumnya berpikir bahwa bukber bisa diagendakan lagi di Ramadhan berikutnya. Terlepas dari itu semua, saat bukber terlaksana tampaknya selalu ada yang tidak hadir. Saya rasa ketidakhadiran seseorang dalam agenda bukber dilatarbelakangi oleh salah satu dari 4 alasan berikut.

1.      Jarak Tempuh

Teman SMA dan teman kuliah lebih beragam daripada teman SD dan SMP. Beberapa di antara mereka ada yang merupakan perantau, tempat tinggal asal mereka jauh dari kampus. Oleh sebab itu, ketika mereka berada di rumah sementara bukber diadakan di wilayah kampus, mereka jelas tak dapat menghadirinya. Kecuali bagi yang berasal dari keluarga sultan, yang ketika mau beli tiket bepergian tak merasa harus berpikir berulang kali. Lantas, bagaimana dengan teman SMA yang umumnya masih satu kabupaten?.

Perbedaan tempat asal teman SMA ini biasanya masih dapat dicarikan jalan keluar. Umumnya solusi dari problematika ini adalah mengambil wilayah yang (diperkirakan) berada di tengah. Tentu saja ini dilakukan juga sebagai upaya memberikan keadilan bagi seluruh anggota grup WA. Kendati demikian, tetap saja tak ada solusi yang benar-benar sempurna. Walau kita telah berupaya mengambil wilayah yang (diperkirakan) berada di tengah, kadang masih ada beberapa orang yang tempat tinggalnya masih cukup jauh dari tempat bukber yang telah ditentukan tersebut. Alhasil mereka pun urung untuk ikut bukber.

 

2.      Waktu Luang

Selepas berpisah, kita akan meniti jalan yang berbeda. Oleh sebab itu, antara kita dengan yang lain memiliki kesibukan masing-masing. Hal ini juga berlaku pada waktu luang. Meski kita telah mengambil hari libur untuk agenda bukber, tetap saja hal tersebut tak menjamin semua orang dapat hadir. Mengapa bisa begitu? Ya.....sekali lagi, kita punya waktu luang yang berbeda. Bagi beberapa orang, hari libur belum tentu merupakan waktu luang. Kadang ada beberapa hal yang masih harus mereka urus saat hari libur. Dan, rasanya hal itu tak jarang bukan merupakan keinginan mereka sendiri.

“Ah! Masa’ nyisihin waktu sehari aja nggak bisa!?”. Hei! Tidak segampang itu, kawan!. Mungkin bagi kalian menyisihkan waktu sehari sesuai kehendak hati adalah perkara yang mudah. Namun, bagi orang lain belum tentu berlaku hal yang sama. Mungkin ada teman kita yang terpaksa mengorbankan hari libur supaya tak kehilangan pekerjaannya. Atau ada teman kita yang harus selalu merawat orang tuanya yang sakit sehingga hampir tak ada waktu luang baginya. Semua itu sangat mungkin terjadi. Oleh sebab itu, kalau nggak tahu kondisi yang dihadapi orang lain, jangan keburu menghakimi ya!.

 

3.      Biaya

Tingkat ekonomi tiap orang tak sama. Ada yang menganggap makanan harga Rp25.000,00 itu “murah banget”, tapi di sisi lain ada yang merasa nominal tersebut terasa mahal. Dalam masalah ini, kita mesti berhati-hati saat bicara. Jangan sampai omongan kita melukai orang lain yang tingkat ekonominya tidak seberuntung kita. Apalagi kita baru saja dihantam pandemi, sementara ekonomi beberapa orang belum sepenuhnya pulih. Kerunyaman ini masih ditambah segala hal yang kini harganya naik. Seluruh rentetan masalah ini bisa menjadi penyebab orang memilih absen dalam agenda bukber. Mereka mungkin tak ikut bukber karena memilih untuk menyisihkan uang mereka demi kebutuhan yang lehih penting bagi diri mereka sendiri dan keluarga.

 

4.      Trauma Masa Lalu

Nah, ini yang mungkin banyak tak kita sadari. Saat kita merasa ada seseorang yang sama sekali belum pernah ikut bukber, jangan keburu berpikir negatif!. Jangan serampangan menilai bahwa dia sudah enggan berkumpul dengan kita tanpa ada dasar yang jelas. Lebih baik kita introspeksi diri terlebih dahulu. Kita telisik apa yang kita perbuat padanya di masa lalu. Jika dia dulu sering dirundung, maka tak heran jika ia selalu absen dalam agenda bukber. Mengapa demikian? Ini disebabkan ia merasa akan mendapat perlakuan yang sama seperti di masa dahulu. “Daripada ikut bukber hanya untuk dapat sakit hati, mending nggak usah ikut”, begitu kira-kira pikir dia. 

Masalahnya, alih-alih meminta maaf, kita justru kadang mencari pembenaran dengan berkata, “Halah, gitu aja baper!”. Efeknya adalah orang yang kita rundung tadi kian menjauh dari kita dan tak menutup kemungkinan dia akan memutus tali silaturahmi. “Berarti dia dosa, dong!”. Iya, saya tahu kalau memutus tali silaturahmi merupakan salah satu dosa besar. Namun, penyebab dia memutus tali silaturahmi adalah perbuatan kita terhadapnya. Coba kalau kita berbuat baik padanya, dia mungkin tak akan memutus tali silaturahmi. Artinya, pihak yang lebih berdosa dalam kasus ini adalah kita. Oleh sebab itu, kita harus berupaya untuk menghapus trauma masa lalunya. Kita harus buktikan bahwa kini kita telah menjadi pribadi yang lebih baik. Tujuannya supaya dia mau ikut kumpul (bukber) lagi dengan kita.

Post a Comment

0 Comments