Ticker

6/recent/ticker-posts

Menyelami Nalar Sehat Menkominfo dan Sikap Apatis Presiden

 

Instagram.com/johnnyplate

Beberapa bulan belakangan, Kemenkominfo terus menjadi sorotan publik―utamanya dari kalangan anak muda. Semua bermula dari pemberlakuan kebijakan PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik). Alih-alih membat hidup rakyat semakin mudah, kebijakan tersebut justru menelurkan segudang masalah. Bagaimana tidak? Kemenkominfo mengancam untuk memblokir Instagram, Google, hingga WhatsApp bila mereka tak segera daftar PSE. Parahnya, mereka (Kemenkominfo) sama sekali tak menyiapkan alternatif platform digital sebelum melemparkan ancaman pemblokiran. Lah, apa sih sebenarnya yang ada di pikiran mereka?. Negara lain sibuk dengan AI (Artificial Intelligence), eh.....wakil rakyat kita malah mendorong kita untuk hidup di zaman purba. Sungguh! Nalar yang out of the box.

Perkara PSE masih berlanjut. Mangsa berikutnya adalah Stem, Epic Games, jug PayPal. Bedanya kali ini Kemenkominfo bukan memberi ancaman pemblokiran, tapi benar-benar sudah memblokir mereka. Langkah yang sangat tak terduga dari kementerian yang mengurusi komunikasi dan informatika. Tapi tenang, untuk yang ini mereka sudah menyiapkan alternatifnya, ia adalah judi online. Inilah uniknya wakil rakyat kita. Bila seluruh orang waras sepakat bahwa rezeki itu harus halal (baik zatnya maupun cara mencarinya), wakil rakyat kita justru mengajak masyarakat untuk berbondong-bondong mencari rezeki yang haram. Kaitannya dengan hal ini, ternyata bukan hanya Kemenkominfo yang melakukannya. Dalam segi hukum pun, saat ini ada banyak promo pemotongan masa hukuman bagi para koruptor. Wow! Hebat sekali wakil rakyat negeri ini.

Kembali ke Kemenkominfo. Isu soal PSE pelan-pelan terkubur oleh kasus Ferdy Sambo dan perseteran antara Pesulap Merah dengan para dukun. Namun, tak berselang lama Kemenkominfo kembali menjadi perbincangan publik. Kali ini berkaitan dengan masalah kebocoran data NIK. Lagi-lagi, bukannya fokus menanggulangi masalah, Kemenkominfo justru menambah masalah. Mereka bilang bahwa persoalan kebocoran data ini adalah masalah bersama. Kemudian mereka juga menyatakan bahwa keamanan data mesti dijaga oleh masing-masing orang dengan cara sering mengganti password. Ini apa-apaan sih? Puncak komedi?. Mungkin semua orang akan setuju bila Kemenkominfo di rezim ini disebut sebagai, “The real beban rakyat”.

Drama peretasan ini masih belum usai. Pihak Kemenkominfo melakukan upaya preventif terhadap hal tersebut. Caranya? Dengan berkata pada hacker, “Kalau bisa jangan menyerang lah!”. Yap! Persis seperti Dora saat mencegah Swiper untuk mencuri. Saya jadi bertanya-tanya, apakah orang-orang di Kemenkominfo merupakan fanboy dari Dora The Explorer, ya? Hanya Tuhan dan mereka sendiri yang tahu jawabannya. Pernyataan Kominfo di atas langsung mendapat respons dari seorang hacker dengan nama alias “Bjorka”. Tanpa basa-basi, Bjorka bilang kepada Kominfo supaya berhenti menjadi idiot. Tentu masyarakat sangat sepakat dengan apa yang dituturkan Bjorka itu, kecuali para buzzerRp pemerintah.

Kehadiran Bjorka lantas dielu-elukan oleh publik. Hal ini ternyata membuat sang menteri kominfo, Johnny G. Plate, keheranan. Ia heran sebab seorang illegal hacker malah jadi bak pahlawan di mata masyarakat. Makin hari kita kian jelas melihat siapa saja wakil rakyat yang bodoh dan tidak menyadari kebodohannya. Keheranan Menkominfo itu kembali mengundang tanggapan, kali ini dari masyarakat. Ya! Masyarakat pun juga merasa heran, bagaimana bisa seorang Johnny G. Plate menjadi Menkominfo? Sungguh di luar nalar sehat!. Pertanyaannya sekarang, kapan kelucuan ini akan berakhir ya?.

Saya kira ada yang lebih mengherankan dari itu semua, ia adalah respons presiden rentetan masalah di atas. Bila kita cermati, presiden seolah tak acuh dengan perkara kebocoran data ini. Ia baru memberikan respons ketika data beberapa orang seperti Puan Maharani, Erick Thohir, dan Denny Siregar dibuka ke hadapan publik. Selain itu, Bjorka juga sempat menyatakan hendak membeberkan data salah seorang presiden. Selepas semua itu, barulah presiden membentuk tim khusus untuk melawan Bjorka. Bukankah respons presiden tersebut sudah sangat terlambat?. Bahkan, ini seolah menjadi tanda bahwa presiden hanya peduli pada keamanan data segelintir orang. Jika memang presiden peduli terhadap keamanan data rakyat, kenapa ia tidak jauh-jauh hari membentuk tim khusus? Yah.....setidaknya saat Bjorka menjatuhkan harga diri Kominfo dengan menyebutnya idiot.

Akhir-akhir ini presiden seolah tidak setanggap saat pandemi kemarin. Entahlah! Apa mungkin keadaan hari ini (menurutnya) tidak lebih darurat daripada saat pandemi sehingga membuatnya jadi agak lebih santai?. Jika tidak demikian, barangkali masalah-masalah hari ini sudah dilimpahkannya pada seseorang. Tampaknya seseorang itu bukan Luhut Binsar Pandjaitan. Kita bisa melihat sendiri kemunculan Luhut pascapandemi persentasenya telah jauh menurun. Justru, orang yang kini kerap muncul adalah Mahfud MD. Saya curiga, jangan-jangan presiden memang menunjuk Mahfud MD untuk mengurusi beberapa problematika belakangan. Setidaknya, apa yang diurus Mahfud MD―hingga hari ini―masih selaras dengan jabatan yang disandangnya. Jabatan yang memang sejak awal disandangnya lho ya! Bukan jabatan yang ditambah-tambahi.

Lantas, presiden sendiri ke mana? Yo ndak tahu, kok tanya saya!. Menjelang akhir masa jabatannya, presiden seakan tak terlalu mengindahkan derita rakyat kecil. Lihat saja ketika harga BBM dinaikkan, lalu disusul kenaikan harga barang-barang lainnya, seresponsif apa presiden?. Dewasa ini, presiden banyak tampil di depan publik bila itu menguntungkan bagi namanya. Misalnya, perihal IKN yang baru. Wajah presiden akan muncul di berbagai media. Hal ini merupakan representasi dari ambisinya supaya dalam sejarah ia dikenang sebagai sosok yang berhasil memindahkan IKN. Hampir sama dengan bagaimana dirinya menanggapi isu 3 periode. Presiden memberikan tanggapan (penolakan) atas hal itu dengan maksud masyarakat bisa menganggapnya sebagai pribadi yang taat konstitusi. Namun, di sisi lain pernyataannya seperti menyimpan kalimat begini, “Tapi jika itu (3 periode) beneran terjadi, saya mau-mau saja”. 

Jika terus saja seperti ini, saya ingin pula 2024 segera tiba. Bukan tentang kekuasaan, tapi tentang perbaikan. Rezim ini, hingga hari ini, belum juga mengganti Menkominfo. Padahal sudah terbukti bahwa orang yang mendudukinya tak memiliki kompetensi di bidang komunikasi dan informatika. Mungkin presiden merasa bahwa masa jabatan Johnny G. Plate sudah tak lama lagi. Oleh sebab itu, ia membiarkannya menikmati kursi kementerian sebelum benar-benar hilang dari tangannya. Sebagai penutp, saya yakin di pemilu 2024 nanti, rakyat (terutama anak muda) tidak akan memilih sosok yang suka mematikan mik―pengecualian bagi para anteknya. Tentu semua itu demi perubahan yang lebih baik dan agar problematika di rezim ini tak terulang kembali.

Post a Comment

0 Comments