![]() |
Space.com |
Mendengar nama Newton, tentu yang muncul di kepala kita adalah fenomena apel jatuh dari pohonnya yang menjadi titik awal ditemukannya gaya gravitasi. Tak heran, pasalnya kejadian itu merupakan salah satu cerita sejarah dari ilmu alam yang sangat masyhur. Saya pernah menemukan sebuah meme terkait Newton dan kejadian apel jatuh tersebut. Intinya dalam meme itu dipaparkan, seandainya Newton hidup di Indonesia dan yang terjatuh di atas kepalanya adalah durian, mungkin ia tidak akan mendapat kesimpulan tentang gaya gravitasi. Meme ini saya rasa―secara tidak langsung―mencoba berbicara bahwa kita tidak bisa membandingkan hidup (apalagi pencapaian) kita dengan Newton. Sebab, antara kita dengan Newton memiliki berbagai faktor eksternal yang berlainan.
Sebelum mengulik lebih jauh, kita bahas dulu sejarah hidup Newton secara singkat. Pada tahun 1642, Newton lahir di sebuah rumah bangsawan di Lincolnshire (Inggris). Dua bulan sebelumnya, ayah Newton telah meninggal dunia. Kelahiran Newton juga tidak berjarak jauh dengan wafatnya Galileo. Lantaran masa hidup yang berdekatan itu, Newton memiliki ketertarikan yang besar pada gagasan/penemuan Galileo. Pada tahun 1687, ketika Newton telah duduk sebagai profesor matematika di Trinity College di Cambridge, Newton menerbitkan bukunya yang paling masyhur yakni “Principia”. Dalam buku ini terdapat penjelasan Newton tentang 3 hukum dasar yang mengatur cara benda bergerak. Tiga hukum dasar itu di kemudian hari kerap disebut sebagai “Hukum Newton”.
Pada tahun 1696, Newton pindah ke London guna menerima posisi sipir Royal Mint. Tak berselang lama setelah itu, Ratu Anne menganugerahkan gelar kesatria kepada Newton, di mana hal inilah yang lantas membuatnya dikenal dengan nama Sir Isaac Newton. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1705. Newton memiliki banyak karya tulis (selain “Principia” yang telah disebut di atas), di antaranya “Optik” (1704), “The Universal Arithmetic” (1707), “De Analysi” (tidak terbit hingga 1711), “Lectiones Opticae” (1729), “Method of Fluxions” (1736), dan “Geometrica Analytica (1779). Tiga karya tulis yang disebut terakhir terbit setelah dirinya meninggal dunia. Newton sendiri tutup usia pada 20 Maret 1727 di kota dekat London. Ia dimakamkan di Westminster Abbey (gereja yang menjadi tempat dilaksanakannya upacara pemakaman Ratu Elizabeth II beberapa waktu yang lalu). Dan, Newton menjadi ilmuwan pertama yang menerima kehormatan tersebut.
Selain sibuk dengan sains, Newton ternyata juga seorang filsuf. Ada beberapa kutipan bijak darinya, terutama yang berkaitan dengan jalan menuju sukses. Oke! Di awal memang disebutkan bahwa kita tidak bisa menyamakan jalan hidup maupun pencapaian kita dengan Newton. Kendati demikian, beberapa kutipannya ini masih memiliki relevansi dengan kehidupan banyak orang. Berikut ulasan lebih rincinya.
1. Genius is patience (Jenius adalah kesabaran)
Kesabaran di sini maknanya universal. Mulai dari sabar dalam proses mencari pengetahuan, hingga sabar dalam menghasilkan karya. Saya yakin, sebelum Newton dapat menulis “Principia”, ia telah menulis banyak karya kecil yang kala itu belum dianggap penting oleh publik. Kita pun demikian. Saat pertama membuat karya, tentu bukan masterpiece yang tercipta. Jika ingin membuat masterpiece, kita harus tekun dan sabar menjalani trial and error selama proses berkarya. Sebuah karya yang tercipta tanpa kesabaran, hanya berlandaskan prinsip “instan dan asal jadi”, ia tidak akan menjadi karya yang istimewa.
2. My power are ordinary. Only my application brings me success (Kekuatanku biasa saja. Hanya tindakanku yang membawaku sukses)
Melalui kalimat ini saya rasa Newton menilai bahwa apa yang ada pada dirinya sebenarnya tak jauh berbeda dengan orang pada umumnya. Newton di sini seolah memberitahu bahwa ide cemerlang semestinya tidak hanya diendapkan di kepala. Ia harus dieksekusi, dituangkan dalam karya. Tak peduli seperti apa nanti hasilnya, ia akan mengantarkan kita setahap demi setahap menuju titik sukses. Coba kalau ide kita hanya berhenti di alam pikiran, apa kemajuan yang kita dapatkan?. Saya tahu mengeksekusi ide itu bukan sesuatu yang mudah. Namun, bukankah bergerak selalu lebih baik daripada diam sama sekali!?.
3. If I have ever made any valuable discoveries, it has been due more to patience attention, then to any other talent (Jika aku bisa membuat penemuan yang berharga, itu karena adanya perhatian yang sabar, bukan karena bakat lainnya)
Kutipan ke-3 ini menjadi penegas dari kutipan sebelumnya. Jika sebelumnya diulas tentang urgensi eksekusi ide, kali ini ditekankan pada keharusan untuk tekun. Ya! Perhatian yang sabar itu berarti ketekunan. Apa yang diutarakan Newton di atas mengarahkan kita pada satu konklusi besar, yakni bakat tidak akan berguna bila tak dibarengi dengan ketekunan. Laiknya pisau yang tak pernah diasah, ia akan berkarat dan menjadi tumpul.
4. I have studied these things, you have not (Aku telah mempelajari hal-hal ini, sementara kamu belum)
Tampaknya kutipan ini muncul setelah ada yang kagum pada kecerdasan Newton dan bertanya-tanya bagaimana ia bisa mengetahui banyak hal. Ternyata kuncinya sederhana, belajar. Kita pasti juga kerap mengalami hal yang sama, kagum atas tingginya tingkat kecerdasan seorang tokoh. Namun, nyatanya semua hanya bermuara pada satu jawaban, kita belum belajar hal yang sama dengan tokoh tersebut.
5. If others would think as hard as I did, then they would get similiar results (Jika orang lain berpikir sekeras aku, mereka akan mendapatkan hasil yang serupa)
Ini merupakan lanjutan dari kutipan ke-4. Bagi Newton, siapa pun dapat menjadi seperti dirinya, asalkan ia juga berpikir keras. Maksud Newton tentu bukan hanya dalam konteks berpikir, melainkan juga bertindak. Kutipan terakhir ini harusnya menyadarkan kita bahwa untuk mencapai titik sukses yang sama dengan orang lain, kita mesti berupaya sekeras dia. Sayangnya, beberapa dari kita malah asyik rebahan sambil scrolling social media. Setelah itu berucap, “Hidup akan indah pada waktunya”.
0 Comments